Total Visitors

My Status

Follower

Belajar Sosial dan Sosialisasi

A. Konsep dasar Belajar Sosial dan Sosialisasi
Dalam kehidupan manusia, ada dua jenis belajar, yaitu belajar secara fisik dan belajar dan belajar secara psikis. Yang termasuk contoh dari belajar secara fisik adalah belajar menari, belajar bela diri, belajar mengendarai dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk belajar secara psikis adalah belajar sosial (social learning), dimana seseorang mempelajari perannya dan peran orang lain dalam kontak sosial, yang kemudian orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya sesuai peran sosial yang telah dipelajarinya itu. Cara belajar sosial yang paling utama yaitu dengan cara meniru (imitation).
Meniru (imitation) dapat berupa meniru tingkah laku orang lain dari cara berjalan, berpakaian, dan sebagainya, sampai pada meniru kepribadian orang lain. Contoh kecil dari perilaku meniru adalah, saat seorang anak muda menjadi fans dari artis X, maka anak muda tersebut di setiap perilakunya selalu meniru artis X, baik dari penampilan serta bersikap. Penjelasan lebih lanjut mengenai meniru yang dipelajari dari hasil pengamatan, akan kami bahas pada bagian berikutnya.
Belajar sosial, dalam kaitannya dengan psikologi sosial sering diartikan sebagai pandangan para pakar psikologi yang menekankan perilaku, lingkungan, dan kognisi sebagai faktor kunci dalam memahami dunia sosial. Dalam belajar sosial, ditekankan pentingnya kepercayaan, persepsi dan observasi perilaku orang lain dalam menentukan apa yang kita pelajari dan bagaimana kita bertindak. Jadi, dalam teori ini, kebanyakan pembelajaran yang dilakukan oleh manusia, diperoleh melalui mengobservasi perilaku orang lain dalam konteks sosial dibanding melalui prosedur-prosedur standar pengkondisian, yang berarti dalam pembelajaran sosial, seseorang berperilaku tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan saja, tetapi aspek kognitif juga memainkan peran yang sangat penting. Banyak berbagai contoh dari meniru perilaku orang lain (imitasi) yang melibatkan aspek kognitif.
Para teoritisi belajar sosial mengatakan bahwa manusia tidak sama seperti robot yang tidak memiliki pikiran, yang tanggap secara mekanis terhadap orang lain di dalam lingkungan manusia. Namun sebaliknya, manusia berpikir, membayangkan, bernalar, merencanakan, mengharapkan, menginterpetasikan, meyakini, menilai, dan membandingkan. Jadi, ketika orang lain mencoba mengendalikan tingkah laku kita, nilai-nilai dan keyakinan kita memungkinkan kita untuk menolak kendali tersebut.
Sedangkan sosialisasi yang juga berkaitan dengan proses belajar sosial, merupakan suatu konsep umum yang bisa dimaknai sebagai sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi selama hidup kita.
Baik belajar sosial maupun sosialisasi, dapat dikatakan bahwa keduanya merupakan suatu proses pembelajaran yang melibatkan orang lain, dan lingkungan sosial di luar diri individu. Yang menjadi tokoh-tokoh kunci dalam belajar sosial adalah Bandura dan Walter, serta Miller dan Dollard, yang semua pada intinya sama-sama membahas mengenai belajar sosial dalam kaitannya mengenai tingkah laku tiruan, namun ada sedikit perbedaan pandangan di antar mereka mengenai tingkah laku meniru, yang perbedaan tersebut akan kami bahas pada akhir pembahasan makalah ini.
Albert Bandura dan Walter adalah arsistek utama teori belajar sosial versi kontemporer, yang dinamakan teori belajar sosial kognitif (cognitive social learning theory) oleh Walter. Bandura yakin, bahwa kita belajar dengan mengamati apa yang dilakukan oleh orang lain. Melalui belajar mengamati (modeling atau imitasi), kita secara kognitif menghasilkan perilaku orang lain dan mungkin mengadopsi perilaku ini dalam diri kita sendiri.
Kelebihan belajar observasional telah didokumentasikan dengan baik dalam literatur antropologi (Bandura dan Wlters, 1963, bab 2; Honnidman; hal. 180). Pada salah satu kebudayaan Guatemala, misalnya anak perempuan bisa belajar menenun hanya dengan melihat contoh. Guru menunjukan cara-cara menjalankan mesin kain sementara anak perempuan mengamati. Kemudian bila anak perempuan tersebut sudah merasa siap maka ia akan mengambil alih dan biasanya ia akan menjalankan mesin dengan terampil pada percobaan pertamanya. Dalam istilah Bandura perempuan tersebut menunjukan sikap yang disebut “non-trial learning (tidak ada percobaan belajar)”, ia memperoleh tingkah lakunya secara tiba-tiba hanya melalui pengamatan. Dia tidak perlu mengalami kegagalan karena melalui proses yang membosankan seperti belajar coba-coba dan gagal.
Bila tingkah laku baru diperoleh hanya melalui pengamatan tampaknya belajar seperti itu menggunakan kognitif. Jika misalnya anak perempuan Guatemala melihat gurunya lalu kemudian meniru dengan baik tanpa ada proses latihan, berarti ia hanya tergantung pada pusat representasi tingkah laku yang dibimbing oleh penampilannya sendiri.
Observasi juga mengajarkan pada kita untuk menerima kemungkinan-kemungkinan dari konsekuensi yang akan kita dapatkan dari tingkah laku baru; kita akan memaklumi terhadap apa yang akan terjadi bila kita mencoba. Bandura menyebut proses tersebut dengan vicarious reinforcment. Vicarious reinforcement juga merupakan proses kognitif; kita merumuskan apa yang diharapkan mengenai hasil dari tingkah laku diri kita tanpa lansung melakukan hal tersebut.

1. Komponen Belajar Sosial
Terdapat empat komponen dasar dalam belajar sosial dan sosialisasi yaitu proses atensi, proses retensi, proses motor reproduksi, serta proses reinforcement dan motivasi.
a. Proses Atensi
Pertama-tama kita tidak dapat meniru suatu model jika kita kurang memperhatikan model tersebut. Model sering kali menarik perhatian kita karena bersifat unik, berhasil, bergengsi, mempunyai kelebihan atau kualitasnya menarik. Televisi pada umumnya berhasil dalam menampilkan suatu model karena mempunyai karakteristik dan dapat mempengaruhi hidup kita.
b. Proses Retensi
Sejak kita sering meniru model kadang-kadang kita mnegobservasinya tapi kita harus mempunyai beberapa cara untuk mengingat perilaku kita dalam bentuk simbol. Bandura berpendapat bahwa proses berfikir simbolik merupakan stimulus kontiguitas, yang berasosiasi dengan stimulus yang terjadi. Misalnya kita melihat seseorang menggunakan peralatan baru, katakanlah sebuah latihan. Dia menunjukan kepada kita cara mengikat tali kekang dan seterusnya. Kemudian latihan tersebut membangkitkan hal-hal yang berasosiasi dengan pembayangan dan hal itulah yang menuntun kita untuk bertingkah laku.

c. Proses Motor Reproduksi
Untuk meniru tingkah laku secara tapat seseorang harus mempunyai keterampilan motorik. Misalnya seorang anak laki-laki melihat bapaknya meggunakan gergaji tetapi ternyata ia tidak dapat meniru dengan baik karena fisiknya belum kuat dan ia belum terampil. Melalui observasi saja ia memperoleh pola baru dalam merespon (misalnya bagaimana meletakkan kayu dan dimana menempatkan gergaji) tapi ia tidak memperoleh kemampuan fisik yang baru (misalnya memotong kayu dengan tenaga). Jadi hanya pertumbuhan fisik dan latihan yang diperlukan.
d. Proses Reinforcement dan Motivasi
Bandura, seperti ahli teori belajar kognitif sebelumnya (Tolman, 1948) membedakan antara acquisition dan performance dalam merespon hal-hal yang baru. Seseorang dapat mengamati suatu model dan dengan demikian ia memperoleh pengetahuan baru tapi seseorang tidak dapat menampilkan respon. Misalnya seorang laki-laki mendengar tetangganya berkata kasar secara tidak langsung ia belajar sejumlah kata-kata baru tapi laki-laki tersebut tidak dapat menirunya.

2. Proses Pembelajaran Sosial dan Sosialisasi
Pada bagian ini, kami akan membahas proses-proses yang termasuk ke dalam belajar sosial maupun sosialisasi. Yang termasuk ke dalam proses belajar sosial menurut Robert Baron adalah pembelajaran melalui asosiasi serta pembelajaran melalui observasi. Baik pembelajaran melalui asosiasi maupun belajar melalui observasi keduanya sama-sama dapat membentuk perilaku meniru.

a. Pembelajaran Sosial berdasarkan Asosiasi
Merupakan prinsip dasar psikologi bahwa ketika sebuah stimulus berulang-ulang diikuti oleh stimulus yang lain, stimulus pertama akan segera dianggap sebagai tanda-tanda bagi stimulus yang mengikutinya. Dengan kata lain, ketika stimulus pertama terjadi, seseorang akan menduga stimulus kedua akan segera muncul. Hasilnya, secara bertahap mereka akan memberikan reaksi yang sama pada stimulus pertama seperti reaksi yang mereka tunjukkan pada stimulus kedua, terutama jika stimulus kedua adalah stimulus yang menyebabkan reaksi yang cukup kuat dan otomatis. Sebagai contoh adalah, saat seseorang pertama kali menyalakan jam alarm, yang jam alarm tersebut membunyikan bunyi “klik” sesaat sebelum alarm berbunyi. Saat pertama kali, orang tersebut tidak akan merespon apa-apa saat suara “klik” (sebelum bunyi alarm) terdengar. Namun setelah beberapa hari orang tersebut sudah terbiasa dengan suara “klik” tersebut, maka orang tersebut mungkin akan berespon atau terbangun saat hanya mendengar suara “klik” sebelum ia mendengar suara alarm berbunyi.
Contoh lain mengenai pembelajaran sosial berdasarkan asosiasi adalah saat seorang anak kecil melihat ibunya bermuka masam dan menunjukkan tanda-tanda tidak suka terhadap seorang laki-laki yang berambut gondrong. Awalnya (sebelum melihat ibunya sinis terhadap laki-laki berambut gondrong) anak tersebut bersikap netral terhadap laki-laki yang berambut gondrong, namun ketika ia berulang kali melihat ibunya menunjukkan emosi negatif atau kesinisan saat melihat laki-laki berambut gondrong, maka anak tersebut lama-kelamaan menjadi ikut tidak menyukai seorang laki-laki yang berambut gondrong, dimanapun ia berada. Ketidaksukaan anak tersebut terhadap laki-laki berambut gondrong, dapat dikatakan terjadi karena adanya clasical condisioning, akibat ia berulang kali melihat si ibu selalu sinis apabila melihat seorang laki-laki berambut gondrong, serta anak tersebut mulai belajar untuk tidak suka terhadap laki-laki berambut gondrong, seperti sikap ibunya.Dari sini terlihat perilaku meniru sikap dari seorang anak terhadap ibunya, apabila melihat seorang laki-laki berambut gondrong.

b. Belajar Sosial melalui pengamatan (melalui contoh)
Belajar melalui pengamatan merupakan proses di mana individu mempelajari respon-respon baru dengan cara mengobservasi perilaku orang lain (seorang model) daripada dari pengalaman langsung. Belajar melalui pengamatan terjadi ketika individu mempelajari bentuk tingkah laku atau pemikiran baru melalui observasi terhadap orang lain. Dalam kajian psikologi sosial, pembelajaran melalui observasi memainkan peran yang sangat penting bagi pembentukan sikap.
Belajar melalui pengamatan, seringkali dilakukan oleh seorang anak, karena seorang anak kecil seringkali meniru perilaku orang lain. Sebagai contoh, seorang anak yang melihat orangtuanya membaca buku tiap hari, maka anak tersebut dapat dipastikan akan rajin membaca buku. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa, apabila orang tua ingin mendidik anaknya untuk bertingkahlaku yang positif, maka orang tua harus bertingkahlaku positif pula.
Belajar melalui pengamatan tidak hanya dilakukan oleh anak kecil saja, tetapi juga orang dewasa. Dalam banyak hal di kehidupan sehari-hari, orang dewasa sering kali mempelajari pembelajaran melalui meniru tingkah laku orang lain. Salah satu contoh adalah, saat seseorang yang pertama kali ingin pergi ke Surabaya dengan menggunakan kereta api dari stasiun Gambir. Saat pertama kali, ia sama sekali belum mengetahui segala sesuatu yang harus dilakukan sebelum naik kereta, serta ia belum pernah masuk ke stasiun Gambir. Dalam keadaan demikian, yang dilakukan oleh orang itu adalah dengan meniru yang dilakukan orang lain yang juga ingin pergi (yang diketahuinya dengan membawa koper). Ia memperhatikan dan mengikuti orang tersebut. setelah mengikuti dan memperhatikan, ia mulai mengetahui arah loket tiket kereta, dan ia juga mengetahui bahwa untuk ke Surabaya, pembelian karcis melalui loket nomor 11. setelah membeli tiket, ia mengikuti lagi orang tersebut menuju lantai-3 untuk menunggu kedatangan kereta api, dan seterusnya.
Dari contoh tersebut, maka dapat diketahui bahwa, belajar melalui meniru, sangat diperlukan pula bagi seseorang yang pertama kali berada di suatu tempat yang baru, dengan meniru seseorang yang terbiasa datang ke tempat tersebut. tentu, selain contoh tersebut, masih banyak contoh lainnya yang berkaitan dengan perilaku belajar melalui mengamati dan meniru orang lain.

3. Pandangan Miller-Dollard dan Bandura-Walter terhadap belajar sosial dan tiruan.
Bandura& Walter, serta Miller Dollard merupakan para tokoh dalam teori belajar sosial. Pada dasarnya, mereka sepakat mengenai pengertian dasar dari belajar sosial, namun, mengenai beberapa aspek, terdapat perbedaan pandangan di antara mereka dalam memahami teori belajar sosial, terutama pada perilaku meniru atau imitasi.


Teori Belajar Sosial dan Tiruan dari Miller dan Dollard
Pandangan dasar mereka adalah tingkah laku manusia adalah dipelajari.menurut Miller dan Dollar ada empat prinsip dalam belajar, yaitu dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku-balas (response), dan ganjaran (reward).
Dorongan adalah rangsang kuat yang mendorong organism (manusia, hewan) untuk bertingkah laku. Dorongan yang bersifat biologis seperti lapar, haus, seks, kejenuhan disebut dorongan primer (primary drive) dan menjadi dasar utama untuk motivasi. Sedangkan lapar yang kemudian disosialisasikan menjadi dorongan untuk makan makanan tertentu (roti atau nasi),seks disosialisasikan menjadi hubungan suami-istri dalam perkawinan disebut dorongan sekunder.
Isyarat adalah rangsang yang menentukan bila dan dimana suatu tingkah laku-balas akan timbul dan tingkah laku balas apa yang akan terjadi. Dalam belajar sosial, isyarat yang terpenting adalah tingkah laku orang lain, baik langsung ditunjukkan kepada seseorang tertentu maupun yang tidak. Contoh uluran tangan merupakan isyarat untuk berjabatan tangan.
Menurut miller dan dollard organism mempunyai hierarki bawaan dari tingkah laku–tingkah laku (innate hierarchy of responses). Pada waktu organism pertama kalinya dihadapkan pada suatu rangsang tertentu, maka tingkah laku balas yang timbul didasarkan pada hierarki bawaan tersebut. Baru setelah beberapa kali terjadi ganjaran dan hukuman, maka akan timbul tingkah laku-balas yang sesuai dengan factor-faktor penguat tersebut. Tingkah laku balas yang sudah di sesuaikan dengan factor-faktor penguat tersebut disusun menjadi hierarki resultan (resultant hierarchy of responses). Disinilah pentingnya belajar dengan cara coba dan ralat (trial and error learning). Dalam tingkah laku sosial, belajar coba dan ralat dikurangi dengan belajar tiruan dimana seorang anak tinggal meniru tingkah laku orang dewasa untuk dapat memberikan tingkah laku balas yang tepat sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk belajar dengan coba dan ralat.
Ganjaran menurut miller dan dollard adalah rangsang yang menetapkan apakah suatu tingkah laku balas akan diulang atau tidak dalam kesempatan lain. Ada dua macam ganjaran, yaitu ganjaran primer yang memenuhi dorongan-dorongan primer) dan ganjaran sekunder (yang memenuhi dorongan-dorongan sekunder).
Menurut miller dan dollar ada tiga mekanisme tiruan:
1. Tingkah laku sama (same behavior)
2. Tingkah laku tergantung (matched dependent behavior)
3. Tingkah laku salinan (copying)
Tingkah laku sama
Ini terjadi apabila dua orang bertingkah laku balas sama terhadap rangsang atau isyarat yang sama. Misalanya dua orang berjalan bersamaan ke arah kampus karena mereka satu tujuan/ dua orang naik kereta yang sama karena satu jurusan. Tingkah laku sama ini tidak selalu merupakan hasil tiruan.
Tingkah laku tergantung
Tingkah laku ini timbul dalam hubungan antara dua belah pihak, dimana salah satu pihak lebih unggul dari pihak lain. Dalam hal ini, pihak lain itu akan menyesuaikan tingkah lakunya (match) dan akan tergantung (dependent) kepada pihak pertama.
Tingkah laku tergantung dapat terjadi dalam empat situasi yang berbeda:
a. Tujuannya sama, tetapi tingkah laku balas berbeda. Dalam keadaan ini kalau tingkah laku orang pertama mendapat ganjaran sedangkan ornag kedua tidak, maka orang kedua akan meniru tingkah laku orang pertama.
b. Si peniru dapat ganjaran (ganjaran sekunder) dengan melihat tingkah laku orang lain.
c. Si peniru membiarkan orang yang ditiru untuk melakukan tingkah laku balas terlebih dahulu. Kalau berhasil barulah ditiru.
d. Dalam hal ganjaran terbatas (hanya untuk peniru atau yang ditiru), maka akan terjadi persaingan antar model dan peniru. Peniru akan menirukan tingkah laku model untuk mendapat ganjaran.
Tingkah laku salinan
Tingkah laku si peniru teragantung pada isyarat yang di berikan oleh model, akan tetapi si peniru juga memperhatikan tingkah laku model di masa lalu dan yang akan masa mendatang. Perkiraan tentang tingkah laku model dalam kurun waktu yang relative panjang akan dijadikan patokan oleh si peniru untuk memerbaiki tingkah lakunya sendir dimasa yang akan dating sehingga lebih sesuai dengan tingkah laku model. Miller dan dollard berpendapat bahwa konformitas sosial yang terdapat dalam setiap masyarakat disebabkan oleh tingkah laku salinan ini yang dasarnya adalah dorongan untuk menyalin (drive to copy). Dorongan iini mengandugn kecemasan akan kehilangan pengakuan dari masyarakat dan ganjaran unutk mendapat pengakuan atau pujian dari orang lain.
Teori Proses Pengganti Walters dan Bandura
Teori ini dikemukakan oleh Walters dan Bandura, mereka menyatakan bahwa tingkah laku tiruan merupakan suatu bentuk asosiasi suaru rangsang dengan rangsang lainnya. Penguat memang memperkuat tingkah laku balas, tetapi bukan syarat yang penting dalam proses belajar. Bandura dan Walters menyatakan bahwa jika seseorang melihat suatu rangsang dan ia melihat model beraksi secara tertentu terhadap rangsang itu, maka dalam khayalan orang tersebut terjadi serangkaian symbol yang menggambarkan rangsang tingkah laku balas tersebut. Disini yang penting adalah pengaruh tingkah laku model pada tingkah laku peniru yang menurut Banduran dan Walters ada tiga, yaitu:
a. Efek modeling, dimana si peniru melakukan tingkah laku baru sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
b. Efek hambatan dan menghapus hambatan, yaitu tingkah laku-tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku model dihapuskan hambatan-hambatannya sehingga timbul tingkah laku-tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
c. Efek kemudahan, dimana tingkah laku-tingkah laku yang sudah pernah dipelajari peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.
Teori proses pengganti dapat pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru sama dengan emosi yang ada pada model. Misalnya sesorang melihat film yang memperlihatkan suatu oprasi. Pasien yang dioprasi dalam film itu (model) digambarkan sedang meringis kesakitan. Maka penonton pun bisa ikut meringis kesakitan.

Pandangan Islam Tentang Belajar Sosial
Dalam pandangan Islam, konsep mengenai belajar sosial, erat sekali kaitannya dengan ajaran islam. Dalam surat al-Alaq ayat 1 disebutkan,

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Dalam kutipan ayat tersebut, kita sebagai manusia diperintahkan oleh Tuhan untuk membaca (إقرأ), kata (إقرأ) berbentuk fi’il amar yang berarti perintah, dan pada ayat ini adalah perintah Tuhan kepada manusia. Perintah membaca disini bukan hanya membaca buku ataupun kitab Tuhan semata, tetapi (seperti banyak ditafsirkan oleh para mufasir), kita sebagai manusia diperintahkan untuk “membaca” alam raya ini beserta berbagai fenomenanya. Dalam membaca alam raya, berarti kita juga dapat “membaca” dalam kaitannya dengan kehidupan di dunia sosial. ”Membaca” dalam kaitannya dengan kehidupan sosial, bisa juga dengan belajar sosial. Dengan menerapkan konsep belajar sosial, kita dapat dengan mudah memahami orang lain serta kaitannya dengan kehidupan sosial. Dengan demikian, berarti kita telah menjalankan perintah Tuhan untuk “membaca” setiap fenomena dalam kehidupan.
Selain itu, konsep teori belajar sosial, yang berkaitan dengan modeling atau perilaku meniru juga berkaitan dengan ajaran islam mengenai Uswatun Hasanah atau suri tauladan yang baik. Disini berarti, karena manusia mempunyai kecenderungan untuk meniru orang lain, maka hendaklah kita sebagai manusia menjadi contoh atau teladan bagi orang lain, agar apabila orang lain meniru kita, orang tersebut akan meniru hal-hal yang baik dari kita. Begitu juga sebaliknya, dalam meniru atau menjadikan orang lain sebagai contoh atau model, hendaknya kita selalu memilih untuk meniru orang yang dapat dijadikan contoh atau teladan. Hal ini berarti, kita tidak boleh sembarang mencontoh orang, apalagi mencontoh kepada perbuatan jelek dari orang lain. Salah satu contoh meniru yang baik adalah, meniru cara belajar teman yang berprestasi, dan sebaliknya, contoh dari meniru yang tidak baik dan dilarang agama adalah seperti meniru cara teman yang lincah dalam hal menyontek.
Dalam ajaran Islam, seseorang yang dijadikan sebagai suri tauladan sejati adalah Nabi Muhammad Saw. Seperti pada ayat berikut.

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.

Jadi, sesuai ayat tersebut, kita diharapkan dapat menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai contoh yang baik, karena ia banyak menyebut nama Allah, serta diharapkan juga kita mencontoh segala perbuatan baik Nabi Muhammad Saw, yang telah kita ketahui dan pelajari dalam ajaran islam.

























D A F T A R P U S T A K A
.
Alqur’an
Baron, Robert&Donn Byrne. 2003. Psikologi Sosial (terj. Social Psychology, penerjemah Ratna Djuwita). Jakarta: Erlangga.
L. Freedmen Jonathan dkk. 1994. Psikologi Sosial (terj. Social Psychology, penerjemah Michael). Jakarta: Erlangga.
Nihayah, Zahrotun, Idriyani, Natris, Suralaga, Fadhila. 2006. Psikologi Perkembangan: Tinjauan Psikologi Barat dan Pikologi Islam. Jakata: UIN Press
Wade, Carol. 2008. Psikologi jilid I (terj. Psychology 9th ed, penerjemah Darma Juwono dkk). Jakarta: Erlangga
Santrock, John W. Perkembangan Masa Hidup (terj. Life Span Development). Jakarta: Erlangga
Wirawan, Sarlito. 2003. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Press
http://id.shvoong.com

Tidak ada komentar:

Kursus Toefl Online Murah

About Me

Foto saya
Mahasiswa Magister Akuntansi di Universitas Mercu Buana, Karyawan di PT. Summarecon Agung, Tbk, Alumni STIE Indonesia'07, Psikologi UIN Jakarta '08,

Translator